Gerimis tak pernah bisa menandingimu.
Kamu yang bersanding dengan pianomu. Aku di belakangmu, memeluk bahumu. Bersama kita melantunkan Pushing Me Away. Salah satu lagu teromantis menurut kita. Romantis karena itu lagu rock, coba kalau dari awal lagu itu ber-genre pop—mungkin takkan semanis sekarang.
Denting pianomu selalu menang melawan merdunya gerimis. Gerak kelopakmu yang sesyahdu permainanmu. Lembut suara yang disenandungkan. Surga. Surga kecil. Aku, kamu, pianomu dan gerimis.
Hujan tak pernah mampu menahanmu.
Basah seluruh tubuhmu, namun kamu tetap datang. Campuran antara perasaan gemas dan betul-betul sayang meracuni pikiranku. Cuma bisa memahat senyum bahagia dan melontarkan terimakasih. Aku mencintaimu.
Selalu merelakan diri diterpa hujan, demi berjalan menuju berandaku. Ingat tetes-tetes air yang jatuh dari ujung rambutmu. Sungai mini yang mengalir di wajahmu. Lalu, aku akan berkesempatan menyeka semua itu untukmu. Kamu akan melukiskan senyum dan membisikkan terimakasih. Kamu mencintaiku.
Jarum-jarum air itu tak kuasa mematahkan kita.
Kamu adalah Ranger dan aku adalah Minion. Bukan dipertemukan hujan. Namun hujan selalu jadi bagian teristimewa bagi kita. Bayangmu merupa rindu dalam berbagai jelma—hujan, itu bentuk yang paling kusuka. Hingga detik ini.
Ingat, ketika kita berpayung berdua menembus hujan. Lengan yang saling melekat karena berusaha menghindari tampias hujan. Angin gigih melawan, mengayunkan udara sekencang-kencangnya. Ranting-ranting bergetar, sampah-sampah di tepi trotoar berjumpalitan gembira. Akan tetapi, tak ada yang mengalahkan hati kita—hangat di tengah terpaan kelabu cuaca.
Dalam berbagai kesempatan, hujan muncul tanpa disertai mendung. Pop! Muncul begitu saja seperti notifikasi di tweetdeck. Pop! Itulah kehadiranmu—secepat itu. Semendadak itu.
Ketika aku sadar, hatiku sudah merambah jauh. Beruntung kamu membiarkannya leluasa masuk. Aku masuk, mengetuk pintu hatimu. Menawarkan rasa. Mencoba menyelamatkanmu. Kamu hanya menarik dua ujung bibirmu, terdiam dengan sejuta sorot mata menyambutku. Karena kamu membutuhkanku dan aku ada untuk membantumu.
Perlahan cinta bersemi. Laksana air yang terkumpul menjadi awan. Tercurah sebagai hujan, meresap di dunia—menyuburkan, memberi kehidupan. Siklus.
Hujan pun takkan terus-terusan turun.
Kesempatan untuk menahanmu usai sudah. Kamu adalah Ranger dan aku adalah Minion. Sahabat-sahabat pembela kebenaranmu sudah menanti. Kemudian, aku akan kembali bekerja di laboratorium bawah tanah Gru untuk rencana selanjutnya—mungkin mencuri Mars.
Lagu Pushing Me Away berakhir sudah. Ruangan menghening, tinggal derai gerimis mengisi. Bersamaku, secangkir teh di tangan tetapi tanpa dirimu. Tak ada lagi sosokmu yang meninggalkan jejak tanah becek di beranda. Sudah habis waktu kita untuk menerjang hujan di bawah payung biru yang kini duduk diam di sudut beranda.
“Terimakasih sudah memberiku kesempatan.”
“Hmmm....”
“Membayar karma.”
“....”
“Aku mencintaimu. Selalu mencintaimu.”
Sunyi. Selanjutnya kamu pergi. Kamu Lone Ranger dan aku si Minion. Hatimu yang patah dan aku yang mematahkan hati orang lain. Kita dipertemukan. Lewat pop-up tweetdeck. Bukan hujan. Hujan hanya menunda kita. Memberimu waktu untuk menyembuhkan luka hati—memberiku kesempatan melunasi karmaku.
Tak ada yang kebetulan.
Padamu aku membayar karmaku. Siklus.
Dan hujan pun berhenti....
Bogor, 1 April 2011
Catatan :
1. Minion : makhluk hijau kecil mirip kacang yang bekerja di lab bawah tanah Gru pada film Despicable Me.
2. Pushing Me Away : Lagu dari album Hybrid Theory oleh Linkin Park.
3. Tweetdeck : Aplikasi/software untuk mediasocial seperti twitter, facebook, dll.
*#kisahhujan kiriman Aditia Yudis untuk mengisi hari yang sedikit gerimis :)